Tuesday, May 15, 2012

Futsal dan Serangan Jantung


Bagi Anda pecinta futsal dan atau sepak bola, nampaknya akan terkejut ketika olah raga kegemarannya dikatakan sebagai salah satu penyebab dari serangan jantung. Pembunuh tersembunyi, silent killer, ini memang benar-benar perlu menjadi perhatian. Beberapa kasus selebriti terkemuka beberapa waktu lalu sempat menjadi sorotan akibat si silent killer ini. Julukan sebagai silent killer sangat benar adanya. Hal ini dikarenakan banyak dari penyakit jantung, akan baru terasa ketika kondisi tubuh sudah mulai menurun atau keadaan penyakit kronis. Terlebih jumlah kasus angka kematian akibat penyakit jantung, saya ambil kasus penyakit jantung koroner (PJK, penyakit pada pembuluh darah jantung) dimana kasus ini meningkat 137 % pada laki-laki dan 120% pada wanita. Di tahun 2020  diperkirakan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian 25 orang setiap tahunnya. Oleh karena itu, penyakit jantung koroner menjadi penyebab kematian  nomor satu di dunia.

Futsal Penyebab serangan Jantung?
Penyebab utama dikatakan bahwa futsal pemicu serangan jantung ialah kekurangan oksigen. Gimana tidak, area futsal yang secara umum digunakan adalah indoor (di dalam ruangan). Dimana sirkulasi udara (oksigen) sangat kurang. Sehingga asupan oksigen  yang seharusnya menjadi salah satu nutrisi bagi pembuluh darah jantung akan semakin berkurang. Terlebih aktivitas olah raga yang dipaksakan dimana kebanyakan diantara kita yang olah raga setelah aktivitas seharian  baik sekolah, kuliah ataupun kerja, kemudian malam hari dilanjutkan dengan olah raga. Bagaimana tubuh, khususnya jantung, tidak diporsis bekerja seharian yang tak mengenal istirahat. 
Bagi Anda yang memiliki fisik kuat, mungkin sesekali menjalankan rutinitas seperti ini tidak keberatan. Namun bagi Anda yang berusia lebih dari 30 tahun, obesitas (kegemukan), perokok, hipertensi (tekanan darah tinggi, melebihi 120/80 mmHg), hiperkolesterol (kadar kolesterol tinggi), hipertrigliserida (kadar trigliserid tinggi), diabetes melitus (penyakit gula darah yang tinggi), riwayat  keluarga dengan sakit jantung, kurang olah raga rutin dan stress, harus berpikir kembali untuk mengikuti olah raga yang banyak mengeluarkan energi seperti sepak bola dan futsal. Kondisi ini akan semakin memperparah kerja jantung Anda. Karena kematian menanti Anda, ketika Anda memaksakan diri (jantung) Anda untuk berolah raga yang sangat menguras energi.
Futsal/olah raga yang sehat
Olah raga merupakan upaya melatih kerja jantung. Jangan sampai upaya melatih tubuh menjadi lebih optimal, menjadikan tubuh Anda semakin memburuk. Beberapa upaya yang dapat dilakukan agar futsal/sepak bola atau olah raga kegemaran Anda memberikan kesehatan optimal :
1.       Lakukan pemanasan optimal pada area tubuh yang lebih banyak dilakukan pergerakan ketika olah raga.
2.       Lakukan olah raga di area yang cukup akan oksigen
3.    Jangan paksakan tubuh untuk melanjutkan olah raga ketika napas Anda ‘ngos-ngosan’, jantung berdebar kencang, terasa nyeri dada. Istirahatlah sejenak dan tarik napas panjang melalui hidung kemudian keluarkan perlahan melalui mulut. Lakukan berulang hingga Anda merasa nyaman. Akan terasa lebih tenang ketika Anda berteduh dibawah pohon rindang untuk membantu proses menghirup udara (oksigen) segar.
4.      Hindari beberapa faktor resiko penyakit jantung seperti merokok, makanan tinggi lemak (gorengan, jeroan, kuning telor), stress, tekanan darah tinggi, kegemukan.
Dengan menghindari faktor resiko dan olah raga yang tidak ngoyo,menjadikan tubuh Anda lebih sehat dan bugar serta bebas dari berbagai penyakit yang mengikuti Anda.

Gambar : CNN
Baca Selengkapnya

Wednesday, May 2, 2012

Acute Limb Ischemia


A.    PENGERTIAN
Menurut Inter-Society (2007), Konsensus Pengelolaan Penyakit Arteri Peripheral (TASC II), Acute Limb Ischemia (ALI) didefinisikan sebagai penurunan perfusi tiba-tiba anggota tubuh yang menyebabkan ancaman potensial terhadap viabilitas ekstremitas (dimanifestasikan dengan nyeri istirahat iskemik, ulkus iskemik, dan atau gangren) pada pasien yang hadir dalam waktu dua minggu dari peristiwa akut. Pasien dengan manifestasi yang sama yang hadir lebih dari dua minggu dianggap memiliki iskemia tungkai kritis.
Menurut IA- Khaffaf (2005), Acute Limb Ischemia merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas secara tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada kemampuan pergerakkan, rasa nyeri atau tanda-tanda iskemik berat dalam jangka waktu dua minggu dan umumnya iskemia akut tungkai disebabkan oleh proses oklusi akut atau adanya aterosklerosis.
Oklusi akut dari suatu arteri pada ekstremitas dimana merupakan penurunan secara tiba-tiba atau perburukan perfusi anggota gerak yang menyebabkan ancaman potensial terhadap viabilitas ekstremitas. Sebagai hasil dari iskemia akut adalah terjadinya hipoksia jaringan yang menyebabkan perubahan ireversibel pada otot skelet dan saraf perifer. Perubahan ireversibel pada otot dan saraf terjadi biasanya setelah empat hingga enam jam setelah iskemia akut.
Adanya gangguan iskemia biasanya diawali oleh gejala klaudikasio intermiten, yang merupakan tanda adanya oklusi. Apabila proses aterosklerosis berjalan terus maka iskemia akan makin hebat dan akan timbul tanda/gejala dari iskemia kritikal. Pasien dengan iskemia akut tungkai biasanya juga memiliki resiko lain yang disebabkan oleh proses aterosklerosis seperti stroke, miokard infark, atau kelainan kardiovaskular lainnya.
Acute Limb Ischemia (ALI) merupakan salah satu klasifikasi dari Peripheral Artery Disease (PAD), penyakit arteri perifer yang setiap tahun jumlahnya semakin meningkat. Semakin banyaknya masyarakat yang mengetahui tanda dan gejala ALI, semakin berkurang masyarakat yang kehilangan ekstremitas akibat amputasi yang merupakan tindakan akhir dari kategori terparah dari gangguan arteri ini.



B.     ETIOLOGI
Berikut ini adalah beberapa kemungkinan penyebab dari ALI:
1.         Trombosis
Faktor predisposisi terjadi trombosis adalah dehidrasi, hipotensi, malignan, polisitemia, ataupun status prototrombik inheritan, trauma vaskuler, injuri Iatrogenik, trombosis pasca pemasangan bypass graft, trauma vaskuler. Gambaran klinis terjadinya trombosis adalah riwayat nyeri hilang timbul sebelumnya, tidak ada sumber terjadinya emboli dan menurunnya (tidak ada) nadi perifer pada tungkai bagian distal. 
2.         Emboli
Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi atau miokard infark. Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli adalah katup prostetik, vegetasi katup akibat peradangan pada endokardium, paradoksikal emboli (pada kasus DVT) dan atrial myxoma. Aneurisma aorta merupakan penyebab dari sekitar 10% keseluruhan kasus yang ada, terjadi pada pembuluh darah yang sehat.

C.     FAKTOR RESIKO
Rangkuti (2008) dan Al-Thani et al (2009) mengatakan bahwa beberapa faktor resiko untuk penyakit arteri perofer dapat diklasifikasikan menjadi faktor resiko tradisional dan faktor resiko non tradisional
1.      Faktor resiko tradisional (Tidak dapat diubah)
a.       Usia
b.      Merokok
c.       Diabetes Melitus
d.      Hiperlipidemia
e.       Hipertensi
2.      Faktor resiko non tradisional (Dapat diubah)
a.       Ras/etnis
b.      Inflamasi
c.       Gagal ginjal kronik
d.      Genetik
e.       Hiperkoagulasi

D.    KLASIFIKASI ALI
          Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North American Chapter of the International Society for Cardiovasculer Surgery menciptakan suatu klasifikasi untuk oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas yaitu :
Kelas I     :           Non-threatened extremity; revaskularisasi elektif dapat diperlukan atau tidak diperlukan.
Kelas II    : Threatened extremity; revaskularisasi diindikasikan untuk melindungi jaringan dari kerusakan.
Kelas III  :    Iskemia telah berkembang menjadi infark dan penyelamatan ekstremitas tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan.
Berdasarkan Rutherfort klasifikasi akut limb Iskemik dapat dikategorikan sebagai berikut :
Kelas I : perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri, tidak ada kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih dapat ditangani dengan obat-obatan pada pemeriksaan doppler signal audible.
Kelas IIa : perfusi jaringan tidak memadai pada aktifitas tertentu. Timbul klaudikasio intermiten yaitu nyeri pada otot ekstremitas bawah ketika berjalan dan memaksakan berhenti berjalan, nyeri hilang jika pasien istirahat dan sudah mulai ada kehilangan sensorik. Harus dilakukan pemeriksaan angiografi segera untuk mengetahui lokasi oklusi dan penyebab oklusi.
Kelas IIb : perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas dan kehilangan sensasi pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi selanjutnya seperti revaskularisasi atau embolektomi.
Kelas III : telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis, kerusakan syaraf yang permanen, irreversible, kelemahan ekstremitas, kehilangan sensasi sensorik,kelainan kulit atau gangguan penyembuhan lesi kulit. Intervensi tindakan yang dilakukan yaitu amputasi.
Akut Limb Iskemik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan terminologi:
1.         Onset
o  Acute : kurang dari 14 hari
o  Acute on cronic : perburukan tanda dan gejala kurang dari 14 hari
o  Cronic iskemic stable : lebih dari 14 hari
2.         Severity
o  Incomplit : tidak dapat ditangani
o  Complit : dapat ditangani
o  Irreversible : tidak dapat kembali ke kondisi normal
o   Kategori Klinis Iskemik Tungkai dan Lengan Akut
KATEGORI
DESCKRIPSI/PROGNOSIS
Temuan
Tanda Doppler
HILANGNYA SENSORIS
KELEMAHAN OTOT
ARTERI
VENA
I. Dapat bertahan
Tidak memberikan ancaman dengan segera
Tidak ada
Tidak ada
Terdengar
Terdengar
II. Mengancam





a. Secara perlahan 
Dapat tertolong jika ditangani segera
Minimal (ibu jari) atau tidak ada
Tidak ada
(Sering) tidak terdengar
Terdengar
b. Segera 
Dapat tertolong dengan revskularisasi segera
Melebihi ibu jari, nyeri pada saat istirahat
Ringan, berat
(Biasanya) Tidak terdengar
Terdengar
 III. Tidak dapat diperbaiki
Hilangnya sejumlah besar jaringan atau kerusakan saraf yang tidak dapat dihindari secara permanen
Anastesi yang dalam
Kelumpuhan  yang berat (kaku)
Tidak terdengar
Tidak terdengar
Modified from Rutherford RB, Baker JD, Ernst C, et al: Recommended standards for reports dealing with lower extremity ischemia: Revised version. J Vasc Surg 26:517, 1997.

E.     MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan Gejala dari kasus ALI adalah 6 P, yaitu:
1. Pain (nyeri) 
2. Parasthesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas), 
3. Paralysis (kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas),
4. Pallor (pucat),
5. Pulseless (menurunnya/tidak adanya denyut nadi),
6.Perishingly cold/Poikilothermia (dingin pada ekstremitas).


F.      PATOGENESIS
Pada awalnya tungkai tampak pucat (vena yang kosong), tetapi setelah 6-12 jam akan terjadi vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular. Kapiler akan terisi kembali oleh darah teroksigenasi yang stagnan, yang memunculkan penampakan mottled (yang masih hilang bila ditekan). Bila tindakan pemulihan aliran darah arteri tidak dikerjakan, kapiler akan ruptur dan akan menampakkan kulit yang kebiruan yang menunjukkan iskemia irreversibel. Nyeri terasa hebat dan seringkali resisten terhadap analgetik. Adanya nyeri pada ekstremitas dan nyeri tekan dengan penampakan sindrom kompartemen menunjukkan tanda nekrosis otot dan keadaan kritikal (yang kadang kala irreversibel). Defisit neurologis motor sensorik seperti paralisis otot dan parastesia mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih berpotensi untuk tindakan penyelamatan invasif (urgent). Tanda-tanda diatas sangat khas untuk kejadian sumbatan arteri akut yang tanpa disertai kolateral. Bila oklusi akut terjadi pada keadaan yang sebelumnya telah mengalami sumbatan kronik, maka tanda yang dihasilkan biasanya lebih ringan oleh karena telah terbentuk kolateral. Adanya gejala klaudikasio intermiten pada ekstremitas yang sama dapat menunjukkan pasien telah mengalami oklusi kronik sebelumnya. Keadaan akut yang menyertai proses kronik umumnya beretiologi trombosis.

G.    DIAGNOSIS
1.    Anamnesis
Anamnesis mempunyai 2 tujuan utama : menanyakan gejala yang muncul pada ekstremitas yang berhubungan dengan keparahan dari iskemia anggota gerak dan mengkaji informasi terdahulu, menyinggung etiologi, diagnosis banding, dan kehadiran penyakit yang signifikan secara berbarengan. Pengkajian sebaiknya dilakukan pada fase pra koroner, pembuluh darah serebral, dan pembuluh darah sambungan (revaskularisasi). Pengkajian umum yang sebaiknya dilakukan yaitu mengenai pengkajian riwayat yang jelas mengenai kemungkinan penyebab dari iskemik pada tungkai, derajat iskemik, termasuk penjadwalan untuk bedah umum ataupun bedah vascular bila kondisi memungkinkan.
2.    Pemeriksaan fisik
Bandingkan dengan ekstremitas kanan dengan kiri (yang terkena efek ALI dengan yang normal)
·      Pulsasi
Apakah defisit pulsasi bersifat baru atau lama mungkin sulit ditentukan pada pasien penyakit arteri perifer (PAD) tanpa suatu riwayat dari gejala sebelumnya, pulsasi radialis, dorsalis pedis mungkin normal pada kasus mikro embolisme yang mengarah pada disrupsi (penghancuran)  plak aterosklerotik atau emboli kolestrol.
·      Lokasi
Tempat yang paling sering terjadinya oklusi emboli arterial adalah arteri femoralis, namun juga dapat di temukan pada arteri aksila, poplitea iliaka dan bifurkasio aorta.

·      Warna dan temperatur
Harus dilakukan pemeriksaan terhadap abnormalitas warna dan temperatur. Warna pucat dapat terlihat, khususnya pada keadaan awal, namun dengan bertambahnya waktu, sianosis lebih sering ditemukan. Rasa yang dingin khususnya ekstremitas sebelahnya tidak demikian, merupakan penemuan yang penting.
·      Kehilangan fungsi sensoris
Pasien dengan kehilangan sensasi sensoris biasanya mengeluh kebas atau parestesia, namun tidak pada semua kasus. Perlu diketahui pada pasien DM dapat mempunyai defisit sensoris sebelumnya dimana hal ini dapat membuat kerancuan dalam membuat hasil pemeriksaan.
·      Kehilangan fungsi motorik
Defisit motorik merupakan indikasi untuk tindakan yang lebih lanjut, limb-thtreatening ischemia. Bagian ini berhubungan dengan fakta bahwa pergerakkan pada ekstremitas lebih banyak dipengaruhi oleh otot proximal.
H.    PEMERIKSAAN
Pemeriksaan yang diperlukan untuk mendiagnosis adanya iskemia akut tungkai adalah:
1.      Faktor Risiko Kardiovaskular
·      Perlu ditanyakan dan diketahui adanya kelainan-kelainan kardiovaskular. Sekitar 30% pasien dengan iskemia tungkai terbukti pernah mengalami riwayat angina atau infark miokard.
·         Pemeriksaan untuk mengetahui faktor resiko kardiovaskular adalah : riwayat merokok, riwayat serangan jantung, tekanan darah, EKG, gula darah, kadar lipid darah.
2.      Pemeriksaan Tungkai
·       Penampakan keseluruhan tungkai: adanya edema, keadaan rambut tungkai, adanya kemerahan khususnya yang bersamaan dengan sianosis.
·         Tes Buerger (pucat bila diangkat, kemerahan yang abnormal bila tergantung).
·      Pemeriksaan pulsasi dengan palpasi (A. femoralis, poplitea, tibiabis anterior dan posterior, dorsalis pedis), yang amat subjektif. Pemeriksaan pulsasi harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan hand-held Doppler.
3.      Exercise challange
·         Pemeriksaan exercise challange harus dilakukan terutama pada pasien yang hanya mengeluhkan adanya klaudikasio intermiten tanpa gejala dan tanda lain. Pasien diminta untuk berdiri di samping ranjang periksa dan melakukan jinjit berulang-ulang selama satu menit. Selanjutnya sambil berbaring dilakukan pemeriksaan pulsasi. Bila ditemukan adanya pulsasi yang menghilang atau tapping, atau bruit; dapat dipastikan terdapat gangguan aliran darah. Tekanan darah yang berkurang lebih dari 20% menunjukkan adanya kemungkinan
4.      Ankle-Brachial Pressure Index
·         Dilakukan pengukuran terhadap tekanan darah brakhialis dan arteri pedis dengan menggunakan tensimeter dan hand-held Doppler. ABPI diperoleh dengan membagi tekanan  darah brakhialis dengan tekanan darah pedis. Angka ABPI normalnya 1,0-1,2; angka dibawah 0,9 kecurigaan kelainan arteri, dan angka 0,8 merupakan batas bawah range normal. ABPI kurang dari 0,3 menunjukkan adanya iskemia kritikal.
5.      Waveform assesment
Pemeriksaan dengan menggunakan continuous-wave Doppler merupakan pemeriksaan yang penting terutama bila dipasangkan dengan pemeriksaan tekanan darah segmental oleh karena dapat memperkirakan dengan tepat area (segmen) yang mengalami gangguan.
6.      Duplex Imaging
Pemeriksaan color-flow duplex ultrasound memungkinkan visualisasi dan pemeriksaan hemodinamik dari arteri menggunakan pencitraan grey scale, colour-flow Doppler, dan pulse Doppler velocity profiles. Pencitraan grey-scale akan menggambarkan anatomi arteri dan adanya plaque ekhogenik. Color-flow Doppler  akan menampilkan aliran darah yang berwarna dan Doppler velocity profiles akan menghitung kecepatan aliran dalam bagian penampang arteri yang diperiksa.
7.      Angiografi
Pemeriksaan angiografi merupakan pemeriksaan "gold standar" dalam kelainan arteri perifer. Pada tahun 1990-an, diperkenalkan pengembangan dari angiografi konvensional yaitu teknik digital subtraction angiography yang dapat "mengaburkan" gambaran tulang sehingga citra arteri dan percabangannya menjadi lebih jelas dan tajam.
Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan invasif dan memerlukan izin pasien. Saat ini di Indonesia pemeriksaan invasif ini dapat dikerjakan oleh radiologis, kardiologis, atau bedah vaskular. Pemeriksaan angiografi memberikan resiko kepada pasien dengan gagal ginjal oleh karena menggunakan zat kontras.
8.      Computed Tomography Angiography
Dalam pemeriksaan ini gambar yang didapat dihasilkan melalui pemeriksaan CT-scan. Penggunaan CT-scan konvensional untuk pencitraan angiografi tidak memuaskan oleh karena dibutuhkan banyak potongan gambar yang membutuhkan waktu lama sehingga pencitraan yang dihasilkan berkualitas buruk. Penemuan helical (or spiral) CT-scan menghasilkan citra 3 dimensi dari pembuluh darah dan dapat memeriksa keseluruhan panjang pembuluh dalam waktu yang singkat. Citra yang dihasilkan serupa dengan angiografi biasa hanya dalam 3 dimensi, dan sebenarnya tidak bermakna klinis yang lebih baik. Helical CT-scan khususnya berguna dalam pencitraan kelainan pembuluh darah yang memiliki struktur kompleks  seperti dalam kasus-kasus aneurisma aorta. Helical CT-scan memiliki kerugian yang sama dengan pemeriksaan angiografi biasa yaitu; berbahaya digunakan pada pasien dengan gagal ginjal. Zat kontras pada CTA diberikan melalui intravena.
9.      Magnetic Resonance Angiography
Citra angiography diperoleh melalui pemeriksaan MRI. Sama dengan CTA; zat kontras diberikan secara intravena. MRA atau CTA dapat diindikasikan apabila pasien tidak dapat mentolerir tusukan intra-arterial, misal karena kelainan bilateral atau kelainan perdarahan. MRA dikontraindikasikan pada pasien dengan alat pacu jantung atau katup prostesis metal.

I.       PENATALAKSANAAN
a)         Kecepatan adalah penanganan yang utama pada pasien dengan Acute Limb Ischaemia, dalam 6 jam kondisi ini akan menuju kerusakan jaringan secara menetap, kecuali bila segera direvaskularisasi
b)        Akut Limb Iskemik yang disebabkan oleh emboli dilakukan pengobatan dengan warparin atau embolektomi sedangkan yang disebabkan oleh trombus angiografi dan dilakukan tindakan bypass atau pemberian obat-obatan seperti fibrinolitik.
c)         Pasien dengan ALI umumnya dalam klinis yang tidak stabil. Perhatikan saat kritis, saat yang tepat untuk melakukan prosedur CPR. Berikan oksigen 100%, pasang akses intravena, berikan terapi cairan dalam dosis minimal (1 liter NaCl untuk 8 jam, kecuali bila pasien dehidrasi, pemberian sebaiknya sedikit lebih cepat). Ambil sampel laboratorium untuk pemeriksaan hitung jenis sel, ureum, kreatinin, elektrolit, GDS (bila disertai dengan DM), enzim jantung, bekuan darah dan proses pembekuan, dan penanganannya. Bila memungkinkan pemeriksaan trombofilia, dan profil lipid juga dibutuhkan.
d)        Lakukan foto thoraks dan rekam irama jantung. Dan jika ditemukan pasien dalam kondisi aritmia, segera bantu dengan monitor fungsi kerja jantung. Lakukan pemasangan kateter urin jika pasien dalam kondisi dehidrasi dan perlu untuk dimonitor nilai keseimbangan cairannya. Kolabarasi pemberian opium untuk anastesi jika keluhan nyeri hebat ada.
Terapi :
1.    Preoperative antikoagulan dengan IV heparin
2.    Resusitasi cairan, koreksi asidosis sistemik, inotropik support
3.    Terapi pembedahan diindikasikan untuk iskemia yang mengancam ekstremitas
4.    Thrombolektomi/embolektomi (dapat dilakukan dengan Fogarty baloon catheter, dimana alat tersebut dimasukkan melewati sisi oklusi, dipompa, dan dicabut sehingga membawa trombus/embolus bersamanya). Trombolektomi juga dapat dilakukan distal dari sisi teroklusi, dimana hampir 1/3 penderita dengan oklusi arteri mempunyai oklusi di tempat lain, kebanyakan trombus distal.





5. Melindungi vascular bed distal terhadap obstruksi proksimal merupakan hal yang sangat penting dan dapat dipenuhi oleh antikoagulan sistemik yang diberikan segera dengan heparin melalui intravena. Heparinisasi sistemik menawarkan suatu perlindungan dapat melawan perkembangan trombosis distal dan biasanya tidak menyebabkan masalah yang bermakna sepanjang prosedur operasi, beberapa keuntungan pheologic telah di klaim untuk pemberian larutan hipertonik seperti manitol.
6. Potasium mungkin dilepaskan ketika integritas terganggu oleh iskemia. Keadaan yang hiperkalemia seringkali menjadi respon terhadap pemberian terapi glukosa, insulin dan cairan pengganti ion. Lactic academia dapat diterapi dengan pemberian sodium bicarbonate secara bijaksana.
7. Terapi utama akut iskemia adalah pembedahan dalam bentuk embolektomi atau tindakan rekonstruksi pembedahan vaskuler yang sesuai. Terapi non pembedahan pada iskemia akut dari episode emboli atau trombolitik dapat dilakukan dengan streptokinase atau urokinase.
8.   Terapi ALI merupakan suatu keadaan yang darurat untuk meminimalisasikan penundaan dalam melepaskan oklusi merupakan hal yang penting, karena resiko kehilangan anggota gerak meningkat sejalan dengan durasi iskemia akut yang lama. Pada suatu penelitian angka amputasi ditemukan meningkat terhadap interval antara onset dari akut limb iskemia dan eksplorasi (6 % dalam 12 jam, 12% dalam 13-24 jam, 20 % setelah >24 jam). Hal inilah yang menyebabkan untuk mengeliminer segala pemeriksaan yang tidak esensial terhadap kebutuhan intervensi.
9.   Preintervensi anti koagulan dengan kadar terapeutik heparin mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas (bila dibandingkan dengan tidak menggunakan antikoagulan) dan merupakan bagian dari keseluruhan strategi terapi pada pasien. Hal ini bukan hanya membantu mencegah terbentuknya bekuan darah. Namun, pada kasus embolisme arterial juga amitigasi melawan embolus lain

J.       KOMPLIKASI 
1.      Hiperkalemia
2.  Sindrom kompartemen (nyeri saat flexi/extensi, kelemahan otot, tidak mampu respon terhadap stimulasi sentuhan, pucat, nadi lemah/tidak teraba). Pembengkakan jaringan dalam kaitannya dengan reperfusi menyebabkan peningkatan pada tekanan intra compartment tekanan, penurunan aliran kapiler, iskemia, dan kematian jaringan otot (pada >30 mmHg). Penanganannya adalah dengan dilakukannya fasciotomy. Terapitrombolitik, akan menurunkan risiko compartment syndrome dengan reperfusi anggota gerak secara berangsur-angsur.
Baca Selengkapnya

Sunday, January 1, 2012

Contact Us

Bagi rekan-rekan yang ingin berbagi dengan Perawat Jantung, Anda dapat mengirimkan pertanyaan ataupun diskusi mengenai dunia jantung dan pembuluh darah bisa kontak kami di e-mail : perawat.jantung@gmail.com
Baca Selengkapnya

Wednesday, December 21, 2011

Tim Bedah Jantung

Operasi bedah jantung merupakan salah satu operasi yang unik, karena team ini memiliki unit yang berbeda, yakni adanya perfusionist, tim yang menjalankan mesin pintas jantung paru. Dalam pelaksanaannya, bedah jantung terdiri dari operator bedah, anastesi dan perfusionist
Operator bedah (surgeon) merupakan dokter spesialis bedah thorak kardiovaskular (Sp.BTKV) dengan didampingi asisten bedah. Asisten bedah bisa perawat (scrube dan circulate nurse), residen bedah (dokter yang dalam fase pendidikan spesialis bedah thorak kardiovaskular) dan dokter yang sudah lulus menjadi Sp.BTKV, namun masih perlu diasah untuk skill (keahlian) yang biasa disebut fellow.
Untuk anastesipun perlu adanya cardiac anastesi, dimana mereka memiliki pendidikan khusus untuk menjadi ahli bius. Pada unit anastesipun ada perawat anatesi yang biasa disebut sebagai penata anastesi.
Perfusionist, mungkin masih asing didengar. Karena memang unit ini unik. Hanya ada di bagian kamar bedah jantung. Mereka memiliki tugas untuk menjalankan mesin pintas jantung paru selama operasi.
Baca Selengkapnya

Saturday, December 17, 2011

Captopril

Indikasi:
Untuk hipertensi berat hingga sedang, kombinasi dengan tiazida memberikan efek aditif, sedangkan kombinasi dengan beta bloker memberikan efek yang kurang aditif. Untuk gagal jantung yang tidak cukup responsif atau tidak dapat dikontrol dengan diuretik dan digitalis, dalam hal ini pemberian kaptopril diberikan bersama diuretik dan digitalis.

Kontra Indikasi:
Penderita yang hipersensitif terhadap kaptopril atau penghambat ACE lainnya (misalnya pasien mengalami angioedema selama pengobatan dengan penghambat ACE lainnya).

Komposisi:
Setiap tablet mengandung kaptopril 12,5 mg.
Setiap tablet mengandung kaptopril 25 mg.
Setiap tablet mengandung kaptopril 50 mg.

Cara Kerja Obat:
Kaptopril merupakan obat antihipertensi dan efekif dalam penanganan gagal jantung dengan cara supresi sistem renin angiotensin aldosteron. Renin adalah enzim yang dihasilkan ginjal dan bekerja pada globulin plasma untuk memproduksi angiotensin I yang besifat inaktif. "Angiotensin Converting Enzyme" (ACE), akan merubah angiotensin I menjadi angiotensin Il yang besifat aktif dan merupakan vasokonstriktor endogen serta dapat menstimulasi sintesa dan sekresi aldosteron dalam korteks adrenal.
Peningkatan sekresi aldosteron akan mengakibatkan ginjal meretensi natrium dan cairan, serta meretensi kalium. Dalam kerjanya, kaptopril akan menghambat kerja ACE, akibatnya pembentukan angiotensin ll terhambat, timbul vasodilatasi, penurunan sekresi aldosteron sehingga ginjal mensekresi natrium dan cairan serta mensekresi kalium. Keadaan ini akan menyebabkan penurunan tekanan darah dan mengurangi beban jantung, baik 'afterload' maupun 'pre-load', sehingga terjadi peningkatan kerja jantung. Vasodilatasi yang timbul tidak menimbulkan reflek takikardia.

Dosis:
Kaptopril harus diberikan 1 jam sebelum makan, dosisnya sangat tergantung dari kebutuhan penderita (individual).
Dewasa:
Hipertensi, dosis awal: 12,5 mg tiga kali sehari.
Bila setelah 2 minggu, penurunan tekanan darah masih belum memuaskan maka dosis dapat ditingkatkan menjadi 25 mg tiga kali sehari. Bila setelah 2 minggu lagi, tekanan darah masih belum terkontrol sebaiknya ditambahkan obat diuretik golongan tiazida misal hidroklorotiazida 25 mg setiap hari.
Dosis diuretik mungkin dapat ditingkatkan pada interval satu sampai dua minggu. Maksimum dosis kaptopril untuk hipertensi sehari tidak boleh lebih dari 450 mg.
Gagal jantung 12,5- 25 mg tiga kali sehari; diberikan bersama diuretik dan digitalis, dari awal terapi harus dilakukan pengawasan medik secara ketat. Untuk penderita dengan gangguan fungsi ginjal dsiis perlu dikurangi disesuaikan dengan klirens kreatinin penderita.

Peringatan dan Perhatian:
Keamanan penggunaan pada wanita hamil belum terbukti, bila terjadi kehamilan selama pemakaian obat ini, maka pemberian obat harus dihentikan dengan segera.
Harus diberikan dengan hati-hati pada wanita menyusui, pemberian ASI perlu dihentikan karena ditemukan kadar dalam ASI lebih tinggi daripada kadar dalam darah ibu.
Pemberian pada anak-anak masih belum diketahui keamanannya, sehingga obat ini hanya diberikan bila tidak ada obat lain yang efektif.
Pemakaian pada lanjut usia harus hati-hati karena sensitivitasnya terhadap efek hipotensif.
Hati-hati pemberian pada penderita penyakit ginjal.
Pengobatan agar dihentikan bila terjadi gejala-gejala angiodema seperti bengkak mulut, mata, bibir, lidah, laring juga sukar menelan, sukar bernafas dan serak.
Konsultasikan ke dokter bila menggunakan suplemen potassium, potassium sparing diuretic dan garam-garam polassium.
Pemakaian obat penghambat ACE pada kehamilan dapat menyebabkan gangguan/kelainan organ pada fetus atau neonatus, bahkan dapat menyebabkan kematian fetus atau neonatus.
Pada kehamilan trimester ll dan lll dapat menimbulkan gangguan antara lain: hipotensi, hipoplasiatengkorak neonatus, anuria, gagal ginjal reversible atau irreversible dan kematian.
Juga dapat terjadi oligohidramnios, deformasi kraniofasial, perkembangan paru hipoplasi, kelahiran prematur, perkembangan retardasi-intrauteri, paten duktus arteriosus.
Bayi dengan riwayat di mana selama di dalam kandungan ibunya mendapat pengobatan penghambat ACE, harus diobservasi intensif tentang kemungkinan terjadinya hipotensi, oligouria dan hiperkalemia.

Efek Samping:
Kaptopril menimbulkan proteinuria lebih dari 1 g sehari pada 0,5% penderita dan pada 1,2% penderita dengan penyakit ginjal. Dapat tejadi sindroma nefrotik serta membran glomerulopati pada penderita hipertensi. Karena proteinuria umumnya terjadi dalam waktu 8 bulan pengobatan maka penderita sebaiknya melakukan pemeriksaan protein urin sebelum dan setiap bulan selama 8 bulan pertama
pengobatan.
Neutropenia/agranulositosis terjadi kira-kira 0,4 % penderita. Efek samping ini terutama terjadi pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal. Neutropenia ini muncul dalam 1 - 3 bulan pengobatan, pengobatan agar dihentkan sebelum penderita terkena penyakit infeksi. Pada penderita dengan resiko tinggi harus dilakukan hitung leukosit sebelum pengobatan, setiap 2 minggu selama 3 bulan pertama pengobatan dan secara periodik. Pada penderita yang mengalami tanda-tanda infeksi akut (demam, faringitis) pemberian kaptopril harus segera dihentikan karena merupakan petunjuk adanya neutropenia.
Hipotensi dapat terjadi 1 - 1,5 jam setelah dosis pertama dan beberapa dosis berikutnya, tapi biasanya tidak menimbulkan gejala atau hanya menimbulkan rasa pusing yang ringan. Tetapi bila mengalami kehilangan cairan, misalnya akibat pemberian diuretik, diet rendah garam, dialisis, muntah, diare, dehidrasi maka hipotensi tersebut menjadi lebih berat. Maka pengobatan dengan kaptopril perlu dilakukan pengawasan medik yang ketat, terutama pada penderita gagal jantung yang umumnya mempunyai tensi yang nomal atau rendah. Hipotensi berat dapat diatasi dengan infus garam faal atau dengan menurunkan dosis kaptopril atau diuretiknya.
Sering terjadi ruam dan pruritus, kadang-kadang terjadi demam dan eosinofilia. Efek tersebut biasanya ringan dan menghilang beberapa hari setelah dosis diturunkan.
Teriadi perubahan rasa (taste alteration), yang biasanya terjadi dalam 3 bulan pertama dan menghilang meskipun obat diteruskan.
Retensi kalium ringan sering terjadi, terutama pada penderita gangguan ginjal, sehingga perlu diuretik yang meretensi kalium seperti amilorida dan pemberiannya harus dilakukan dengan hati-hati.

Interaksi Obat:
Alkohot.
Obat anti inflamasi terutama indometasin.
Suplemen potassium atau obat yang mengandung potassium.
Obat-obat berefek hipotensi.

Cara penyimpanan:
Simpan di tempat sejuk dan kering, terlindung dari cahaya.

Kemasan dan Nomor Registrasi:
Captopril 12,5 mg tablet, kotak 10 strip @ 10 tablet
No.Reg. GKL9720916010C1
Captopril 25 mg tablet, kotak 10 strip @ 10 tablet
No.Reg. GKL9320916 010 A1
Captopril 50 mg tablet, kotak 10 strip @ 10 tablet
No.Reg. GKL93209160108


HARUS DENGAN RESEP DOKTER
Jenis: Tablet
Produsen: PT Indofarma

Sumber dechacare
Baca Selengkapnya

Elektrokardiogram

Elektrokardiogram (EKG atau ECG) adalah grafik yang merekam perubahan potensial listrik jantung yang dihubungkan dengan waktu. Elektrodiografi adalah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan potensial atau perubahan voltage yang terdapat dalam jantung.

Penggunaan EKG dipelopori oleh Einthoven pada tahun 1903 dengan menggunakan Galvanometer. Galvanometer senar ini adalah suatu instrumen yang sangat peka sekali yang dapat mencatat perbedaan kecil dari tegangan (milivolt) pada jantung.

Beberapa tujuan dari penggunaan EKG dapat kegunaan :
  1. Untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan irama jantung/disritmia
  2. Kelainan-kelainan otot jantung
  3. Pengaruh/efek obat-obat jantung
  4. Ganguan -gangguan elektrolit
  5. Perikarditis
  6. Memperkirakan adanya pembesaran jantung/hipertropi atrium dan ventrikel
  7. Menilai fungsi pacu jantung.
Baca Selengkapnya